Tuesday, February 16, 2010

Mengenali Beras Berpemutih



KOMPAS.com - Siapa yang tak tertarik dengan tampilan beras berwarna putih dan bersih? Apalagi jika harganya tidak terlalu mahal. Semua pasti tergiur. Tapi tunggu, Anda mesti lebih berhati-hati, karena beras dengan ciri-ciri sepeti itu belum tentu sehat, bisa jadi beras seperti itu sudah dicampur pemutih.

Kasus beras dicampur pemutih ini sudah ada sejak tahun 2006. Secara mengejutkan, Dinas Pengawasan Obat dan Makanan Kota Tangerang menemukan pedagang menjual beras ini dengan bebas. Usut punya usut, di Tangerang hanya menampung dan menyimpan, asal beras berpemutih ini justru dari pemanennya. Untuk membuat beras terlihat kinclong, biasanya dicuci dengan klorin. Bahkan ada pula yang mencampur beras yang sudah diolah klorin dengan daun pandan agar wangi.

Menurut dr. Alyya Siddiqa, SpFK, dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta, mengkonsumsi klorin dapat menyebabkan kanker kandung kemih, hingga peningkatan prevalensi asma pada anak-anak. Untuk itu, sebelum membeli beras, alangkah baiknya jika Anda memperhatikan secara seksama dan teliti. Jangan langsung terpikat dan tergoda membeli ketika melihat beras berwarna putih dan bersih. Kenali ciri-ciri beras dengan pemutih berikut:

1. Setelah disimpan beberapa hari, beras menggunakan klorin akan mengeluarkan bau tengik dan terasa sedikit asam. Bila mengalami hal seperti ini, cepat buang beras itu dan jangan sampai dimakan.
2. Beras terlihat putih bersih hampir menyerupai ketan putih, berbeda dari beras pada umumnya yang berwarna tidak terlalu putih. Justru yang tidak putih yang sehat.
3. Butiran beras tidak terlihat bening dan berwarna pekat.
4. Air cucian beras yang menggunakan klorin tidak keruh dan kotor saat dicuci berulang-ulang. Hal ini berbeda ketika kita mencuci beras pada umumnya.
5. Dijual murah.
6. Biasanya ditambahkan wewangian, seperti wangi pandan.
7. Saat ini jumlahnya terbatas di pasaran, sehingga Anda mudah mengenali beras dengan pemutih tersebut.

sumber : (Andes Lukman/Majalah Sekar)

Manfaat Ketan Hitam bagi Penderita Diabetes



Ketan hitam, selain dapat digunakan sebagai bahan dasar jajanan pasar dan makanan, seperti bolu dan lain-lain, ternyata juga sangat berguna bagi kesehatan, terutama penderita kencing manis atau diabetes melitus. Manfaat lain dari ketan hitam adalah dapat digunakan untuk menurunkan kadar gula darah bagi penderita diabetus melitus/ kencing manis.

Caranya:
1. Ambil 3 sendok (penuh) ketan hitam.
2. Masukkan ke dalam gelas ukuran 1 liter.
3. Seduh dengan air panas segelas penuh dan tunggu hingga dingin.
4. Minum 1 gelas setiap pagi, siang dan malam sebelum makan.
5. Sebelum minum, sebaiknya cek kadar gula darah dulu..
6. Setelah kadar gula darah normal, untuk menjaga agar stabil cukup minum air seduhan ketan hitam sebanyak 1 gelas 2 x seminggu saja.

Telah teruji secara empiris, dan sangat bermanfaat bagi penderita diabetes melitus/ kencing manis.

sumber : dari milis agromania.

Kenaikan Harga Beras Akan Berlangsung Lama



BANTUL, Kompas.com - Mundurnya musim tanam akibat kemarau berkepanjangan membuat musim panen raya yang diperkirakan terjadi awal Maret, ikut mundur sekitar tiga minggu. Hal itu membuat kenaikan harga beras saat ini akan berlangsung lama.


Periode Desember-Januari adalah periode paceklik terburuk. Nanti memasuki Februari mulai ada yang panen tapi dalam skala kecil. Makanya masyarakat harus siap menghadapi kenaikan harga beras, karena akan berlangsung lama, kata Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, Edy Suharyanto, Rabu (13/1/10).

Saat ini hanya sekitar 700 hektar lahan padi di Bantul, yang tengah panen. Seluruh hasil panen tersebut, lanjut Edy seharusnya dibeli oleh Bulog untuk digelontorkan dalam operasi pasar. Yang bahaya kalau yang memborong justru tengkulak, karena mereka akan memanfaatkan situasi paceklik ini, katanya.

Suplai beras sepanjang tahun 2009 sebenarnya naik menjadi 115.461 ton dari 107.826 ton. Namun, suplainya menumpuk pada panen raya di bulan Maret. Sekarang stok di tingkat petani sudah mulai menipis. Bahkan sebagian petani sudah mulai membeli beras ke pasar karena stoknya habis, ujarnya.

Selain karena paceklik, kenaikan harga beras juga dipicu naiknya harga pokok pembelian pemerintah (HPP) untuk beras sebesar 10 persen dari 4.600/Kg menjadi Rp 5.060/Kg.

“Masyarakat berharap pemerintah segera turun tangan dengan menggelar operasi pasar. Tiap hari saya butuh beras. Kalau harganya mahal sementara pendapatan saya tidak naik, rasanya sangat memberatkan. Harusnya pemerintah menyediakan beras murah,” kata Nuning, warga Dongkelan Bantul.
sumber : kompas.com

Pertanian Organik dan Perubahan Iklim



Perubahan iklim (Climate Change) merupakan isu kritis bagi pertanian dan ketahanan pangan dunia,  gerakan organik internasional mempunyai peranan penting dalam membantu petani untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan cuaca yang tak menentu dan ekstrim dan untuk mengurangi emisi dan menangkap karbon. Penerapan pertanian organik yang tidak menggunakan pupuk nitrogen kimia dan yang memngurangi karbon tingkat tinggi dalam tanah secara efektif, membawa manfaat lebih besar dibanding pertanian konvensional. Berdasarkan data karbon dalam tanah selama 30 tahun terakhir, dalam laporan penelitian terbarunya, The Rodale Institute memperkirakan bahwa lahan pertanian organik dapat membebaskan 39% dari emisi karbon tahunan dunia jika panen pertanian organik dunia melakukan perbaikan nitrogen dan penggunaan kompos secara intensive sebagai promosi dalam kampanye perubahan iklim. Rodale merupakan salah satu dari anggota yang berafiliasi secara sangat aktif dalam mengawasi peranan iklim dalam pertanian organik. Informasi lebih lanjut tersedia dalam wawancara dengan CEO Timothy LaSalle, dalam peranan untuk berkontribusi dalam isu Ekologi dan Pertanian di masa mendatang yang berfokus dalam penelitian pertanian organik.

Manfaat potensial dari pertanian organik juga telah diteliti dalam laporan FAO (Food & Agriculture Organization of United Nation) baru-baru ini. Laporan tersebut tersedia disini (ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/010/ai781e/ai781e00.pdf), memperkirakan bahwa emisi gas rumah kaca dunia, yang setara dengan setidaknya 85% dari total emisi pertanian saat ini. Dapat dikurangi jika pertanian dirubah menjadi pertanian organik. Gambaran ini didapat tanpa penggunaan kompos.
(sumber : www.greentrade.net)